19 Desember, 2009

80 km

''mobilmu mendekat'', kataku. ''aku tahu''.
entah sudah berapa kali aku berkata begitu. ratusan bahkan mungkin ribuan. ya, ribuan. beberapa menit kemudian mobil itu benar-benar tiba. merapat ke halte tempat kita berdiri. dentuman mesin yang berbunyi mendekat semakin memukulku. menamparku cepat-cepat. aku lemas. tak berdaya. dan kaupun tahu itu. kakiku kaku dan lemas. setengah dari jiwaku akan pergi. aku tak seimbang. oleng.

"aku akan baik-baik saja, kau tahu itu," katamu cepat-cepat. kau memelukku dengan hangat. tanganmu yang hangat membuatku semakin nyaman berada didekatmu. "jangan pergi,", aku berucap lemas. hanya kata-kata itu yang ku tahu semenjak aku tahu kau akan pergi meninggalkanku. bukan untuk selamanya memang. tapi itu cukup menyakitkan. aku merasa duniaku runtuh, jasadku menghilang ditelan bumi, peredaran darahku berhenti, paru-paruku diam. diam. aku diam dalam ketenangan yang menusuk ini.

air mataku sudah habis terpompa kemarin sore. rasanya aku sudah tidak memiliki cadangan air mata lagi untuk menangis siang ini. menagisi kepergianmu. kau berhenti sejenak. melepaskanku dari pelukanmu. dan kau memandangku lekat-lekat. aku juga. aku tak sanggup mengucapkan salam perpisahan. "aku pergi," itulah kata terakhir yang kudengar dari mulutmu. kemudian kau berpaling dariku. pergi menjauh. masuk ke mobil itu. sebuah mobil hitam Alphard.

dan kini aku sendiri. aku masih berdiri di halte ini. mematung. diam dalam kesunyian. entahlah. aku juga tidak tau apa yang aku lakukan. aku merasa matahari berhenti berotasi. bumi berhenti berevolusi. tata surya diam. berhenti. mati.
***

sudah hampir 6 bulan sejak kau pergi. aku sendiri. masih sendiri. menunggu dan menunggumu. 80 kilometer. begitu yang ku tau jarak yang memisahkan kita. yang membuat kita tak bersama lagi. walaupun terasa berat pada saat melepasmu, kini aku mulai terbiasa. hidup tanpamu.

kau pernah bilang, "tunggu aku, aku hanya 3 tahun kok,". 3 tahun. 36 bulan. 1080 hari. 25920 jam. 1555200 menit. 93312000 detik. tanpamu. hanya aku sendiri.

hanya 3 tahun. kata itu terus terngiang-ngiang dikepalaku. tak se-'hanya' itu juga. lebih dari itu. dalam 3 tahun kau bisa berubah. bukan orang yang ku kenal dulu. yang hangat, diam, dan penuh senyuman. aku rindu diammu. kau diam karena kau mengerti. kau mengerti aku hanya butuh kau. diammu kebahagianku. diammu rasa cintaku. diammu hartaku. diammu lebih dari itu. lebih dari semua yang kumiliki. dengan mengatasnamakan rasa kasih sayang, kau berani jamin akan kembali untukku. hanya untukku. tapi aku tahu, bukan hanya untukku saja. untuk keluargamu juga. keluarga yang selalu menantimu.

***

aku pergi untuk kita. untuk kebaikan kita semua. kira-kira begitu. kau memang tidak bicara. kau bicara dalam diam. diammu adalah pembicaraan. aku tau kau pergi untuk belajar. menutut ilmu. untuk menjadi orang yang lebih baik lagi dari hari ini. tapi kepergianmu membuatku tak seimbang. 80 km bukan jarak yang dekat untuk kita bersama. jarak. spasi. perpindahan.kelajuan. entahlah. aku sudah cukup. mati rasa.

6 bulan sudah berlalu. itu artinya sebentar lagi. tinggal 2 setengah tahun lagi. 30 bulan. 900 hari. 21600 jam. 1296000 menit. 77760000 detik. sebentar bukan?

aku akan setia menunggu dan menantimu. hingga hari itu tiba. hari kita akan berjumpa lagi untuk selamanya. mungkin. kalau kau tidak berubah. kalau kau tetap menjadi kau yang dulu. kau yang hangat dalam diammu. kau yang tenang bagai air. air yang mengalir pelan, jernih.air yang mengikuti wadahnya. air yang bersih yang membawa kehidupan.

aku tidak peduli. hatiku makin kaku saja. 3 tahun lagi. 30 tahun lagi. 300 tahun. 3000 tahun atau 3 abad sekalipun, selama aku masih bernyawa aku akan menunggu. tetap menunggu. hingga kau membuka matamu. kalau aku masih menantimu. disini. di Jakarta.

kau memiliki pemikiran sendiri. pemikiran yang tidak dapat kugapai dalam awang-awangku. menurutmu menuntut ilmu 80 km di Jakarta itu lebih baik. jauh dari hiruk pikuk kota metropolis. dimana semuanya bersumber di Jakarta. gedung-gedung pencakar langit, lampu-lampu malam hari, kemacetan lalu lintas, hawa panas yang menusuk, konservatif. kau berpikir belajar diluar Jakarta lebih baik. tapi itu artinya kau meninggalkanku.

kau tak pernah tau. tapi aku tau. dikejauhan 80 km tempat kau berdiri sekarang, aku menunggu. menunggu kau pulang. lama sudah kita tak berjumpa. bulan Juli adalah bulan terakhir. bulan terakhir aku melihatmu. memandangmu. memelukmu. dalam ketidakpastian itu.

aku tidak tau. apa yang membuatmu memutuskan komunikasi. ku ingat betul 3 bulan yang lalu kau masih berbicara padaku. dalam teleponmu kau bilang, "aku baik-baik saja, aku sibuk sekali, hari biasa dilarang menggunakan alat komunikasi, kau tunggu saja aku pada akhir pekan, aku akan selalu ada,". begitulah. kata terakhir yang kau bilang dalam teleponmu 3 bulan lalu.

setelah itu aku hanya menunggumu pada akhir pekan. tapi telepon atau sekedar sms darimu tak pernah sampai padaku. 12 kali sudah aku bertemu dengan sabtu dan minggu. 288 jam. aku menunggumu. nihil. kosong. nol besar. terima kasih. kau membuatku semakin kaya saja dengan nominalmu. nominal yang membuat aku menunggumu. apakah masih ada bunga ? bunga nominal untuk membuatku menunggumu. sampai kapan aku harus begini?

aku tak tahu apa yang harus kuperbuat sekarang. apakah aku harus menangis meraung-raung karena kau tak pernah menghubungiku lagi ? ataukah aku harus tersenyum senang? atau aku harus diam dan menutupnya rapat-rapat?

aku tidak mengerti.tidak akan pernah. aku tidak tahu kabarmu sekarang. kau sedang apa, bagaimana disana, dan berjuta-juta pertanyaan yang siap ku lontarkan bila kau menghubungiku. tapi kau membuatku lemah. lemah tak berdaya. kelemahanku ada padamu. kelemahanku itu kekuatan bagimu. kita tidak mungkin bersama. tidak saat ini. saat kau berada dikejauhan 80 km dari tempat aku duduk.saat jarak memisahkan kita. kita tidak mungkin bersama.

tapi izinkan aku untuk menunggumu. menantimu untuk selamanya. disini. di Jakarta. di Kota metropolitan yang konservatif. yang kau bilang tidak cocok untuk menuntut pendidikan. aku tetap menunggu. di kejauhan. pada jarak 80 km .... dari tempatmu berpijak.

untuk 'Kau', yang tidak pernah ada.
dari 'Aku', yang setia menanti.